LELAKI KECILKU
Takdir mempertemukan aku dengan lelaki kecil ini dalam kelas pembelajaran. dulu kita pernah bertemu bercakap dengan sangat terbatas
sekali, kamu seakan tidak mau mendekatiku.
Sikap itu berubah ketika aku membetulkan ketrampilanmu yang rusak di
depan guru prakarya. Disitu aku melihat
kamu mulai mau membuka diri denganku. ada percakapan kecil disitu. Dan aku
perhatikan tatapan kosong matamu ingin sekali berada di dekatku.
“kamu mau jadi anak angkat Ibu ?”
Celotehan kecil ini, membuat kamu menatapku.
“ kamu tersenyum kepadaku, seakan ingin sekali aku bisa berada di dekatmu”
Pertemuan itu telah berlalu, covid
juga telah menutup kegiatan tatap muka di sekolah. Aku juga tidak pernah tahu kamu berada di
kelas berapa.
Di kelas sembilan ini kita ternyata ditakdir bersama dalam kelas
pembelajaran. menurutku kamu sama halnya
dengan siswa yang lain. Ternyata tidak. Kamu
siswa lelaki kecilku yang tetap seperti di kelas tujuh menatapku ingin aku
selalu berada di dekatmu.
Hari itu kamu datang terlambat ke sekolah, dan di jam pertama itu tepat
pelajaranku. Kamu datang membawa secarik
kertas surat ijin dari waka kesiswaan. Aku tanya mengapa terlambat, kamu
tersenyum sambil memberikan surat ijin masuk itu kepadaku.
Kedekatanku denganmu semakin erat ketika tugas menulis yang aku berikan
dan kamu tidak mau menulisnya dengan alasan kamu tidak mau aku membaca
tulisanmu. Perlahan aku berikan kamu pengertian
tentang maksud dari tulisan tersebut dan kamu bilang, “ saya akan menulisnya bu
di rumah”
Ya…. Ibu tunggu besok pagi tulisanmu.
Kamu datang tepat waktu, kamu temui aku di ruang guru dengan membawa secarik
tulisan dari lembaran kertas buku yang
kamu sobek sembari menunjukkan jari tanganmu ke mulut, “ibu janji tidak boleh
membahas isi tulisanku”
Aku mengangguk di depanmu, dan aku melihatnya betapa senangnya kamu
dengan anggukan kepalaku. Dan kamu berjalan keluar dari ruang guru, begitu
senangnya.
Hari ini kamu mendekatiku. Kamu bilang, ibu aku lagi jatuh cinta dengan
teman satu kelas di sini.
“apakah dia juga suka denganmu”
“saya perhatikan, ya bu…”
“ kamu sudah ungkapkan perasaanmu ke dia”
“belum ibu”
“kenapa?”
“Saya masih teringat dengan teman wanitaku di kelas tujuh
“Kamu masih berhubungan dengan dia
“Tidak, kami sudah tidak ada lagi komunikasi
“Terus… ?
“Mana yang aku pilih… dia atau teman satu kelas ini, ibu?
“Hemm… kamu sekarang sudah belajar jadi laki-laki, dan kamu butuh tempat untuk
cerita kecilmu itu.
“Pilihlah orang yang mencintaimu, bukan yang kamu cintai, anakku”
“Dan jangan pernah kamu hianati cintanya….”
Kamu tersenyum, mendengar jawabanku… ada rasa percaya diri yang kamu
dapatkan dari percakapan kecil ini.
Siang ini betapa kagetnya aku, kamu datang menemuiku di ruang guru. Mungkin kamu sudah dari tadi mencariku. Kamu datang
duduk di sampingku tanpa ada rasa akan malu diperhatikan guru-guru yang
lain. Berbalik tubuhku menatapmu mencoba
mengerti apa yang kamu inginkan. Kamu hanya
diam menatapku, terlihat air mata mulai menetes di pelupuk matamu yang kamu
tahan.
Kamu ambil selembar tisu di depan meja.
Kebisuan itu tetap kamu pertahankan di depanku.
“Ada apa?”
Kamu tetap menggelengkan kepala, sambil memainkan tisu di tangan.
“bisakah kita pindah dari ruangan ini?” kamu anggukkan kepalamu, berjalan
membuntutiku
Sampai di musholla, kamu pun tetap terdiam.
“Mengapa?”
Kamu masih tertunduk tidak mau menjawab.
“Dengan cewekmu?”
“Tidak ibu?”
“Teman cowok?”
“Tidak ibu?”
“Dengan siapa, bu guru?”
Semua pertanyaan itu kamu hanya bisa menjawab tidak di depanku. Kamu tetap
membisu tidak ingin berbagi cerita denganku.
“Lain kali aku akan cerita ke ibu”
“baiklah, Anakku semakin dewasa seseorang, akan semakin banyak cerita
yang harus diselesaikan, dan ibu yakin
kamu bisa, selesaikan semua ini.”
Hari ini kamu telah belajar menjadi dewasa. Terlihatdari cara kamu mulai mengatur nafasmu
menenangkan diri.
Diammu telah belajar, kamu ingin dewasa,
tidak semua masalah harus diceritakan kepada orang lain, kamu hanya ingin ada
orang yang bisa mengerti kamu.
Ibu hargai keputusanmu. Jadilah dewasa anak lelaki kecilku.
Kita pulang, sekolah sudah mau ditutup.
Dan aku perhatikan kamu mengayuh sepeda, dengan ayunan langkah kakimu
mengayuh sepeda itu seakan tidak ada lagi beban berat yang menghantuimu.
Sukses lelaki kecilku mudah
mudahan ibu bisa menjadi ibu… yang telah pergi mendahuluimu.
Doakan ibumu….karena dia tahu, kelak kamu akan menjadi laki-laki dewasa
yang hebat dan selalu mendoakannya.