Rabu, 29 September 2021

 

POLIGAMI

Pagi ini waktunya  ibuku untuk kontrol ke rumah sakit.   Satu  minggu yang lalu beliau terjatuh dari kursi sholatnya setelah  selesai sholat.  Beliau jatuh karea tergesa-gesa membuka mukenanya, mungkin beliau lupa kalau usia dan keinginannya untuk kerja sudah tidak lagi sejalan,  sehingga beliau cepat-cepat membuka mukenanya  dan tanpa disengaja kaki kananya masih menginjak mukena.   Terjatuhlah beliau sampai tangannya patah karena menahan badannya yang sudah gemuk.

Sampai di rumah sakit seperti biasalah para dokter spesialis di rumah sakit tidak akan datang pagi-pagi.   Biasanya berkisar jam sepuluh baru pelayanan  untuk ibuku  bisa dilayani.  Agar ibu tidak terlalu lama menunggu di rumah sakit aku  bersama saudara – saudara yang lain  membuat  skenario kontrol ibu dengan   strategi, siapa yang ambil tiket masuk, siapa yang antri  di loket, siapa yang  mengantarkan ibu dan siapa yang menunggui ibu di dalam ruang periksa dan pada jam berapa kami harus berkumpul semua untuk menemani ibu di rumah sakit. Sebuah kekompakan kami  karena semua memiliki jam kerja kantoran.

Pukul sembilan pagi aku sudah berada di rumah sakit.  Aku perhatikan para pasien   sudah mulai banyak berdatangan, kursi antri pasien juga sudah mulai penuh.   Mereka semua menunggu giliran dipanggil  oleh perawat  ruang poli masing-masing   sesuai dengan jenis penyakit yang akan diperiksanya.   Begitu juga dengan aku.   Aku  duduk di kursi depan deretan pasien.

Aku  ditemani dengan mbak Anik dan adik.  Mbak Anikku  duduk di kursi tepat dibelakang kursi yang aku duduki, sedang adik  berada di samping kananku.  Ketika lagi asyik berdua  bercerita  tentang pekerjaan kantor   tiba - tiba mbak Anikku  tertawa cekikikan sendiri sambil menendang  kaki kami berdua.    Dengan spontan aku dan adik  menolehlah ke belakang melihat mbak Anikku  tertawa sendiri.

Aku mulai penasaran dengan ulah mbak Anik,

“ada apa?” tanyaku, mbak Anik Anik  masih saja tertawa sambil menunduk menahan tawanya itu.

Aku  dan adiknya semakin heran dengan tingkah mbak Anik.

Tiba – tiba ada orang laki-laki yang aku perjatikan mulai tadi duduk disamping mbak Anik berdiri berjalan ke arah utara.   Setelah laki-laki tersebut mulai menjauh dari pandangan kami bertiga barulah mbak Anik mau menatap aku dan adik.

 “Sini” kata mbak Anik  sambal mendekatkan kepalanya kepadaku.

Aku  dan adik juga mendekatkan kepala kepada mbak Anik, karena dia sepertinya ada yang ingin dibisikkan.

“Apa” aku  dan adik sangat  kepo sekali.

 “ Kamu perhatikan tidak orang yang tadi berdiri dan berjalan meninggalkan aku?” Tanya mbak Anik

 “ya “, sambil menunduk  aku menjawab

“memangnya kenapa?”  tanyaku lagi

“dia tadi membaca semua ruangan poli yang yang ada disini.”

“terus…” 

“dia  bacanya  begini, poli gigi, poli anak’ poli mata,

nah… sampai disitu orang tadi berhenti membacanya,  dan berkata.

“oh … disini bagian poli semua ya… kalau poligami dimana?

“ha..ha.. “tertawalah kami bertiga mendengar cerita mbak Anikku ini.  

Aku tambahkan saja  ke mbak Anikku,  “mbak memangnya poligami itu penyakit apa ya….?”

” hiiiiiii” kami bertiga tertawa cekikkan sambil menunduk tidak enak dilihat oleh pasien yang lain.

Selasa, 28 September 2021

 KISAH SAHABAT NABI UMAR BIN KHATTAB  

Biasakan diri  dengan hidup susah

Karena kesenangan tidak akan kekal selamanya.

 

 

Kata-kata  ini disampaikan oleh Umar bin Khattab  sahabat Nabi Muhammad SAW.   Apa  makna dari kata-kata tersebut?

Kata Susah yang beliau ucapkan ini adalah bentuk  kesederhanaan  beliau. Seperti apakah hidup kesederhaan  Umar bin Khattab ? yuk simak tulisanku!

Umar bin Khattab   adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Sebelum menjadi sahabat Nabi Muhammad SAW  Umar bin Khattab sangat memusuhi Nabi Muhammad SAW.  Sikap ketidakbersahabatnya beliau sangat kejam sekali. Pada waktu Nabi Muhammad SAW berdakwah di Mekkah beliau memperlihatkan sikap yang sangat antipati.  Suatu hari beliau ingin  mendatangi Nabi Muhammad SAW untuk dibunuhnya, dan pada saat itu Allah memberikan hidayah kepada Umar bin Khattab.  Pada waktu  dalam perjalanan mendatangi Nabi Muhammad SAW beliau mendengar adiknya yang bernama Fathimah, sedang membaca alqur’an surat Thoha ayat 1 sampai 8, mendengar  suara  adiknya membaca  alqur an tiba-tiba  kemarahan beliau mereda, beliau merasakan ada getaran di hatinya, inilah yang menjadikan awal sebab Umar bin Khattab memeluk agama Islam dan menjadi sahabat utama Nabi Muhammad SAW. Ayoo kita semua yang membaca tulisan ini, jangan pernah berhenti membaca alquran, jangan pernah berhenti mendoakan orang lain menjadi baik, mungkin apa yang kita lakukan akan menjadi sebab seseorang mendapatkan hidayah dan perbuatan kita ini akan mendapatkan pahala jariyah yang terus akan mengalir kepada kita, jika kita melakukannya.

Sepeninggal Nabi Muhammad SAW,  Umar bin Khattab dingkat menjadi  khalifah (Pemimpin) kedua yang berkuasa pada tahun 634 sampai 644. Beliau sebagai pengganti dari khalifah  Abu Bakar.

Selama menjadi khalifah,  hidup beliau sangat sederhana, dan  dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan berani dengan julukan Al-Faruq. Salah satu kisah  kesederhanaan beliau dalam kehidupan kesehariannya yaitu  sarung yang ditambal, suatu hari pada hari Jumat beliau meminta maaf kepada seluruh jamaah masjid karena keterlambatannya datang pada waktu sholat Jumat. Keterlambatan tersebut bukan karena faktor kesengajaan tetapi karena beliau harus mencuci pakaian terlebih dahulu, karena tidak memiliki  pakaian lain yang bisa beliau pakai. Tahukah kalian sarung yang dipakai oleh beliau? sarung Umar bin Khattab   sarung yang penuh dengan tambalan.

Umar bin Khattap membiasakan hidup susah (sederha),  karena kekayaan dunia, tidak akan pernah kekal. Kehidupan dunia  hanyalah sementara dan  segera berlalu.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. [al-Hadîd/57:20].

Jumat, 24 September 2021

 MENUMPANG HIDUP

Aku tidak pernah paham dengan kehidupanku.  Dimana letak kesalahanku sebenarnya, sehingga aku terlahir menjadi manusia yang menumpang hidup pada orang lain.   Aku terlahir sama seperti kalian, dari sebuah ikatan perkawinan yang sah antara  ibu dan bapakku.  Tapi orang semua memandangku dari sisi   aku anak menumpang hidup.  Lucukah ini… dimana letak kesalahannya. Aku, ibuku, bapakku atau orang – orang yang sekarang berada di sekelilingku?

Kalau Aku boleh meminta aku ingin seperti layaknya manusia yang hadir sebagai kodratnya yang fitrah.  Aku ingin menjadi anak yang layaknya berkembang tumbuh  seperti layaknya manusia yang normal.  Punya cita-cita, punya mimpi, punya bakat, tapi tidak dengan begini yang harus aku lalui. Seandainya aku tidak kalian kenalkan agama mungkin aku sudah menyalahkan Tuhan sang pencipta.  Syukurlah aku masih kalian kenalkan  agama. Mungkin hanya butuh sabar karena ini bagian dari hidupku untuk belajar menjadi wanita tangguh kelak. 

Menjadi  wanita  tangguh  dengan proses perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan, kesabaran dan tangisan di malam hari dengan kerinduan yang begitu mendalam akan seorang ibu yang akan mendekapku, memanjakanku, mendengarkan rengekanku  dan seorang bapak yang akan memelukku dengan tameng kepahlawanannya menjadi laki-laki kestria di depan langkah kakiku.  Tak ada semua itu.

Kemana cinta kalian semua kepadaku.  Ada dimanakah    satu penumpang hidup ini dalam hati kalian? Hanya berupa nodakah aku dalam hati kalian, atau aku tidak pernah ada dalam hati kalian.  Sehingga tatapan mata kalian aku adalah penumpang gelap yang tak pantas untuk sederajat dengan kalian.

Mungkin harapanku  terlalu  tinggi  pada kalian semua.  Sehingga aku selalu menangis, tidak bisa menerima perlakuan ini.  Ya…. Terlalu tinggi permintaanku sedang aku bukan berada dalam garis keturunan kalian, aku hanya penumpang resmi dengan akte kelahiran aku anak kandung. Beeeeh… cukup manis tulisan itu, tertata rapi ejaan baris huruf namaku dalam sertifikat.

Di rumah ini ada keluarga kecil juga.   Si istri  masih saudara bapak angkatku, mereka mempunyai dua anak. Dua anak ini tidak terlalu jauh dengan umurku.   Dua anak ini baik terhadapku. Kami sering main bersama, bergurau, bercerita yaa mungkin karena aku sebaya dengan mereka berdua.  Hal yang mebedakan aku dengan dua anak ini  aku tidak memiliki darah keturunan mereka, sehingga perlakuan orang tua mereka berbeda kepadaku.

Tanteku seorang ibu ramah tangga, dia setiap hari berada di rumah mengurusi kedua putrinya.  Tanteku yang mengurusi makanan anggota keluarga di rumah ini.  Dia yang setiap hari membuat masakan. Suaminya seorang pedagang sayur di pasar besar, tidak terlalu besar lapak dagangannya tapi aku perhatikan daganngannya  selalu laris terlihat dari kegiatannya yang setiap minggunya selalu ada barang dagangan yang baru datang diturunkan di halaman rumah.   Melihat   keluarga tante aku senang sekali,  mereka keluarga bahagia, kekompakan  selalu terjalin bersama suami dan anak-anaknya rasanya aku ikut bahagia melihatnya.

Tanteku baik kepadaku tapi sebaik baiknya perlakuan tante  ada juga perbedaan perlakuan yang aku terima.  Hal yang paling aku rasakan perbedaan perlakuan tante kepadaku masalah makanan.  Walaupun aku makan dalam satu meja dengan mereka berdua dan makanan yang aku makan  berbeda. 

Anak – anak tante  tidak pernah mempermasalahkan perlakuan ini  tidak pernah ada protes kepada orang tuanya .

Makan nasi yang sudah dua hari lamanya   berada didalam pemanas nasi  dengan warna yang sudah tidak putih lagi dan aroma besi pemanas nasi hal biasa buatku,  jangan berbicara itu makanan  sehat atau tidak sehat untuk dikonsumsi  dilihatnya pun sebenarnya nasi itu sudah tidak pantas untuk dikonsumsi.  Alhamdulillah  Allah masih memberiku sehat, aamiin.

Penumpang hidup,  jika dalam angkutan umum penumpang ada kelas kelasnya, aku pun penumpang yang berkelas di strata bawah, kelas ekonomi. 

Kamis, 23 September 2021

 

RUMAHKU

Rumahku istanaku, benarkah ?

Rumah yang aku tempati  cukup besar, ada lima ruang kamar dalam rumah yang aku tempati ini dengan halaman depan yang masih luas, cukuplah jika dua mobil parkir di halaman itu.   Aku mendapatkan satu kamar di belakang dekat dengan ruang dapur.  Kamarku cukup bagus, ada satu lemari, satu meja kecil dan satu lemari pakain untuk baju-bajuku. 

Dalam rumah ini ada ruang untuk menonton televisi.  Aku biasa nonton televisi Bersama keluarga di malam hari,  yaaa… nonton sinetron yang  lagi disukai oleh banyak orang. Dalam rumah ini aku mempunyai tanggungjawab yang besar untuk merapikan rumah.   Mungkin kalian yang membaca tulisan ini bertanya, mengapa aku menuliskan rumah ini, ya…. aku tidak pernah punya keberanian  untuk mengatakan ini adalah rumahku karena aku tidak pernah mengerti posisiku sebagai apa di rumah ini.   

Sebagai anak angkatkah? Sebagai anak yang menumpang hidupkah? Atau aku layaknya seorang pembantu  ini yang aku rasakan di dalam rumah ini. yang aku dengar dari ibu angkatku  aku dulu dijual kepada keluarga ini pada waktu masih bayi dan aku pernah merasakan bahagia berada di dalam rumah ini, aku pernah merasakan sebagai bagian dari anggota dari keluarga ini yang disayang yang dimanja.  Semua itu tidak dapat lagi aku rasakan, saat ini yang aku rasakan hanyalah sebagai  aku anak yang menumpang hidup   sehingga aku layak  untuk tahu diri, menerima apa yang mereka lakukan buatku.   

Bahagiakah aku? jangan pernah ditanyakan.

Aku masih boleh makan disini, aku masih bisa tidur di rumah ini, masih ada waktuku untuk nonton televisi,  aku masih dibelikan pakain, aku masih dibelikan hand phone oleh bapakku, aku masih bisa bersekolah, aku masih bisa beribadah.  Bersyukur ini yang harus aku pegang dalam hati dan senyum itu akan hadir dari sudut bibirku dari sudut mataku yang lelah karena lelehan air mata yang kuhapuskan pada bantal tidurku disaat aku membayangkan bagaimana aku bisa cepat dewasa, mempunyai pekerjaan sendiri sehingga tidak lagi bergantung pada  keluarga ini.

Sering  bayangan ibu kandungku terlintas dalam benakku, walau aku tidak tahu seperti apa wajah beliau, seperti apa wajah bapakku, dua kakak kandungku, mungkinkah mereka  ada rasa kangen buatku?  berandai-andai dengan mereka dikeserindianku di dalam kamar rasanya bahagia sekali jika aku memang bagian bagian hidup  dari kalian semua, bercanda, bergelayut  manja dengan kalian  tanpa ada batas kasih sayang layaknya seorang anak kepada orang tuanya dan  satu yang aku inginkan tanpa ada kata kamu hanya menumpang hidup disini.  Rindukanlah aku, aku ingin mengenal kalian, tengoklah aku disini, biar aku merasakan pelukan kalian, aku merasakan tidak hidup sendiri, aku bisa merasakan mempunyai keluarga.  Aku ingin bertemu kalian.

Sebagai anak yang menumpang hidup di rumah ini, kebersihan rumah menjadi pekerjaanku. Mulai dari bangun tidur  dan  aku baru bisa istirahat ketika semua akitivitas anggota keluarga di dalam rumah sudah selesai mereka masuk dalam kamar masing-masing dan aku pun masuk kembali ke  kamarku.  Pagi hari aku menyapu dan mengempel.  Pulang sekolah aku  cepat- cepat berganti baju melanjutkan pekerjaan bersih- bersih rumah, menyiapkan makanan, mencuci piring,   dan semua tetek bengek yang berusan dengan kebersihan.

Kalau hati lagi bete sekali aku, di sekolah aku kadang cerita sama teman di sekitar bangkuku. Ya… curhat-curhat dikitlah  kepada mereka.  Mereka baik dan mereka mau mendengarkan ceritaku, buatku didengarkan saja sudah bisa melegakan hati, sejenak melupakan apa yang terjadi didalam rumah itu, sejenak terlupakan beban pekerjaan rumah , duduk bersama dengan teman sekolah menceriakan hati , memerdekakan diri menjadi seorang anak bangsa menggapai cita -cita hidupnya.  Sekarang semua sudah lulus sekolah,  mereka melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, tinggal aku di dalam rumah ini dengan cita-cita yang hilang.  Sekarang tak ada lagi tugas yang harus aku selesaikan untuk aku setorkan kapada  guruku, tak ada lagi tawa lepas dengan kalian, mengejar kalian dengan keusilannya, terimakasih sudah berbagi ceria denganku.  Satu yang kuminta dari kalian jangan lupakan aku.

Rabu, 22 September 2021

 

NENEKKU

Sekarang aku tinggal bertiga,  bapak dan orang tua perempuan bapak berkumpul di rumahku.  Nenek,  begitu aku memanggilnya.  Sosok perempuan yang aku perhatikan sebagai perempuan yang masih sehat  mampu memberikan kasih sayang kepada cucunya. 

Apa arti nenek buatku tak lain adalah  seorang wanita yang akan memberikan kemanjaan kepada cucunya melebihi dari kemanjaan yang diberikan orang tua kepada anaknya.  Nenek adalah adalah tempat berlindung paling nyaman bagi seorang cucu ketika dia bermasalah.  Bayangan tentang nenek itu ternyata tidak ada dalam kehidupanku.  Maaf nenekku karena memang itu yang aku rasakan selama aku berada di dekatmu.

Nenekku pemarah terhadapku.  Aku bisa memahami kemarahannya  dari setiap ucapannya yang ditujukan kepadaku. “ kamu disini hanya menumpang hidup” kata-kata ini sering terucap dari nenekku kepadaku, apalagi ketika aku tidak mau mengikuti kemauannya.  Aku hanya terdiam terpaku mendengarnya.  Aku baru bisa menangis ketika semua telah terlelap tidur.  Aku tumpahkan semua kekesalanku ditempat tidur, aku menangis sejadinya  tanpa suara kawatir mereka bangun hanya linangan air mata yang bisa menenangkan jiwa  yang kecil ini.

Nenek menggantikan peran ibu yang telah pergi dari rumah, ketidak ikhlasan akan kehadiranku di rumah ini yang menurutku menjadi  penyebab semua terjadi, ucapan setiap hari yang aku dengar tentangku "kamu hanyalah anak yang menumpang hidup"  menjadi kata-kata yang lumrah buat aku dengarkan.   Mereka tidak pernah memahami jika kata-kata itu sangat menyakiti diriku.  Apa yang bisa aku perbuat kepada mereka karena kenyataannya aku memang hanya seorang anak pungut. 

Yang terberat buatku bersama nenek  jika nenek ingin pergi keluar kota dan aku harus menemaninya.  Jika aku tidak mau nenek akan marah besar kepadaku, semua kata yang tidak ingin aku dengar akan terucap oleh nenekku. 

Aku tidak paham mengapa nenekku selalu ingin mengajakku.   Apa  ini sebuah bentuk  rasa sayang nenek kepadaku? Atau ini  suatu bentuk  tanggungjawab nenek sebagai pengganti orang tua yang takut kehilangan  seorang anak atau karena nenek sakit sehingga aku harus menemaninya jika dia pergi keluar kota?  Aku yang merawat nenek jika beliau sakit.  Sehat terus ya… nenek.

Nenek aku bukannya tidak mau diajak, aku bukannya tidak mau menemani nenek pergi.  Aku ingin sekolah.  Alasan ini tidak ada dalam kamus nenekku, aku harus ikut pergi dengannya kemanapun nenek pergi ke luar kota.

Sedih benar  aku merasakan ini, banyak tugas-tugas sekolahku yang tidak aku kerjakan. Aku tidak memiliki waktu mengerjakannya.

Ibu guruku tidak pernah tahu ini di sekolah aku dikatakan sebagai anak yang malas.  Ya Allah disekolahpun aku tidak bisa berbuat apa-apa  karena tugas-tugasku yang menumpuk tidak terselesaikan.  Sedang ijinku selalu kepentingan keluarga ikut nenek dan kadang aku tidak mengirim surat pemberitahuan kepada sekolah sehingga absensiku diberi alpa.  

Tak apalah aku dimarahi guru, aku dipanggil guru BK, akan aku jalani yang penting aku bisa naik kelas dengan nilai yang pas pasan.  Aku ingin cepat punya ijazah  biar aku bisa bekerja dan aku bisa mandiri, tidak lagi  menampung hidup kepada keluarga Bapakku.

Terimakasih bapakku sudah menyekolahkan aku. 

Terimaksih guruku yang mengijinkan aku selalu naik kelas.

Selasa, 21 September 2021

 

IBUKU PULANG KAMPUNG

Saat itu aku baru duduk kelas dua sekolah dasar, mungkin ibu angkatku  melihatku  sebagai anak yang sudah pantas mengetahui siapa aku sebenarnya di dalam keluarga kecilnya.  Masih melekat dalam ingatanku  pada malam  itu aku  baru pulang dari mengaji di musholla sebelah rumah.  Ibu memangilku, kami duduk berdua sambal menonton televisi. ibu bercerita  tentang aku, bisa ada di pulau Madura tinggal Bersama ibu dan bapak.   Rasanya sedih sekali mendengar cerita ibu jika aku bukan anak kandung mereka, aku hanya bisa terdiam mendengarnya.  Rengekan manja yang bisanya aku lakukan kepada mereka berdua  rasanya tidak ingin lagi aku lakukan  walaupun itu hanya sekedar  merengek meminta perhatiannya untuk disayang  apalagi sampai merengek meminta materi.  Selesai ibu bercerita aku masuk ke kamarku, aku tumpahkan air mata Ini dibantal boneka hello kitty.   Ini  tangisan pertama yang  aku rasakan sebagai seorang anak   tak dikehendaki. 

Setelah  aku tahu tentang  statusku hanyalah sebagai anak angkat, sejak itu pula aku sering mendengar pertengkaran ayah dan ibu.   Entah apa yang mereka pertengkarkan, apakah aku juga bagian dari pertengkaran mereka?, kalau bukan,  apa yang mereka pertengkarkan.  Setiap hari aku mendengar pertengakaran mereka.  Tidak ada yang bisa kuperbuat selain pergi ke kamar dan menangis. 

Aku sayang kepada mereka berdua.   Aku merasakan kasih sayang mereka berdua buatku, tapi aku hanyalah seorang anak kecil yang tidak mampu  memahami masalah orang tua.  Mengapa mereka  bertengkar sampai aku mendengarnya? Setiap hari aku mendengarnya dan aku melihatnya. Apa  dengan cara itu mereka puas mengungkapkan permasalahan mereka.  Apa  mungkin dengan cara itu mereka puas mengungkapkan kejengkelannya.    Mereka tidak pernah peduli dengan kehadiranku, mereka tidak perduli dengan perasaan seorang anak kecil yang dibawanya dari pulau Jawa yang merasakan ketakutan dengan teriakan- teriakan mereka berdua.   Ya… Allah hentikanlah pertengkaran mereka berdua.

Allah mengabulkan permintaanku. Petengkaran mereka telah usai.  Sekarang tidak ada lagi   teriakan-teriakan bapak dan ibuku yang membuatku takut.  Pertengkaran mereka telah berakhir dan awal perjuanganku menjadi seorang anak kecil menjadi anak yang mandiri.  Pertengkaran mereka berakahir  dengan sebuah perceraian.  Ibuku angkatku akhirnya pulang kampung meningalkan diriku Bersama bapakku.

Sekarang baru kusadari mengapa ibu menceritakan posisi aku dalam keluarga kecilnya, mungkin karena dia akan pergi dari keluarga ini.   Dia pergi tinggalkan aku. 

 

Kini  aku hidup dengan bapak angkat dan nenek di  rumah.   Tangisanku  telah berubah bukan lagi rasa takut, tangisanku  berubah pada rindunya kepada seorang ibu yang mau membelaiku disaat kuingin bermanja dengannya.  

Dua orang ibu telah melepaskanku, peluklah aku ibu walau kau jauh dariku, mimpikanlah aku, sebutlah namaku dalam doa-doa ibu.  Ibu aku  terlahir sebagai seorang wanita, suatu saat nanti aku  juga akan menjadi ibu.  Bekal apa yang akan aku berikan kepada anakku kelak untuk menjadi seorang ibu.

Senin, 20 September 2021

 

AKU JADI ORANG MADURA

Bahagia buatku sangatlah sederhana.  Aku ingin berada di sisi ibu dan bapak kandungku  aku ingin berada di pelukan mereka berdua.   Keadaan ekonomi keluarga  menyebabkan aku harus menerima sebuah kenyataan berada dalam sebuah keluarga yang hanya mengenal diriku dari sebuah kata “ kamu disini menumpang hidup”  kenyataan ini  harus aku terima, karena memang inilah kenyataannya.  Jika keluarga ini mau menyadari mengapa aku harus berada disini aku yakin tidak akan pernah keluar kata-kata itu dari mereka, karena hati kecilku masih merasakan sayang dari mereka.

Saat ini aku sangat merasakan sakit, lelah, dan semangat menyatu dalam diri walau tidak ada orang yang mengerti, tidak ada orang yang bisa memahami,  aku  sendiri yang harus  bisa memahami, berdamai dengan hati, berdamai dengan sebuah kenyataan hidup sebagai seorang  anak yang  hanya menumpang hidup.

Aku tidak memahami  alur cerita keluargaku, yang  aku aku tahu semua berdasar pada masalah  ekonomi.  Aku hanya mendengar cerita ini dari bapak dan ibu angkatku yang baru aku sadari sejak aku berada dibangku sekolah dasar kelas dua mereka bukanlah orang tua kandungku. Ibu angkatku  menceritakan bapak dan ibuku dulu bercerai pada waktu aku dalam kandungan ibu.  Aku dilahirkan di pulau Jawa kedua orang tua kandunggku berasal dari suku Jawa dan tinggal di pulau Jawa.  Aku   dilahirkan tanpa di dampingi oleh seorang bapak, dia  pergi meningagalkan ibu dalam kondisi hamil aku.  

Sejak Ibu dan bapakku bercerai, ibu mencari nafkah sendiri. Ketidak mampuan ibu memikul beban ekonomi , aku dijual ke orang Madura.  Jadilah aku orang suku Madura sampai saat ini.  Kesibukan ibu mencari nafkah untuk membiayai keluarga kecilnya  tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga kakak pertamaku juga diberikan kepada keluarga Madura.  Dua kakak perempuanku masih tinggal di Jawa Bersama ibuk kandungku.  

Minggu, 19 September 2021

 

KETIKA SURAT TIDAK JADI JAMINAN BANK

 

Menunggu jam pulang, duduk di kursi tamu menikmati desiran angin dari pintu masuk ruang guru sangat sejuk rasanya di badan sambil mengoreksi tulisan dan membaca chating teman-teman di grup.   Tiba  - tiba seorang teman yang duduk di deretan paling depan bangku guru mulai aku masuk ruang guru sampai duduk di kursi tamu  kuperhatikan dia begitu serius   bekerja seakan tidak perduli dengan lalu lalang siapa saja yang keluar masuk ruang guru,  dia memberi sebuah pertanyaan yang  membuat seisi ruangan menoleh padanya  berharap ada jawaban yang bisa membantu pekerjaannya.

Akta nikah dan buku nikah itu sama yaaa?” tanyanya.

Pertanyaan yang begitu sederhana  tapi membuat semua yang ada di dalam ruang begitu tertarik dengan pertanyaan tersebut sehingga ramailah ruang guru dengan celotehan jawaban kepada bapak tersebut.

Satu persatu teman- teman menjawab pertanyaan itu.

" Ya. Sama,Pak “ jawab Bundi

" ya… sama, di buku sampul depan surat nikah ada tulisan akta nikah" jawab Aning

Bapak Budi pun yang  lagi sibuk dengan pembutan video youtubenya akhinya memberikan jawaban juga.” Buku nikah itu sama dengan akta nikah sebab di dalam buku nikah isinya akta nikah”

Deeer………., ramailah suasana guru, dengan jawaban  dan komentar teman – teman, bapak Andi pun akhirnya menghentikan sejenak pekerjaannya ikut nimbrung dengan celotehan teman-teman.

Sayapun juga tertarik dengan celotehan mereka itu… kebayang surat nikahku seperti apa isinya

Aku  akhirnya berkomentar " berapa tahun yaaa…. kita nikah kok tidak pernah tahu isi buku nikah?

Semakin ramailah ruang guru dengan komentarku,  Suasana ruang guru akhirnya semakin ramai dan berkembang menjadi  celotehan celotehan lucu akan pasangan kita masing"

 

Sejenak menceriakan hati dari panasnya udara yang menyengat serta serta lelahnya pekerjaan yang tidak pernah selesai dan ditengah lalu lalangnya CPNS  di sekolah yang lagi  mempertaruhkan nasib menjadi seorang pegawai tetap di pemerintahan.

 

Hemmm … ketika sebuah hubungan sudah halal dan surat nikah  bukan jaminan bank, maka akan tersimpan rapi tdk pernah dibuka…. adakah yang sama denganku? Haaa …haaa

 

Jam absenpun sudah menuju foto selfi, ruang gurupun menjadi sepi kembali.

 

Jumat, 17 September 2021

 

APES

Pagi ini aku terlambat datang ke sekolah.  Pembacaan alqur’an sudah berkumandang dari ruang guru.  Cepat cepat aku parkir sepeda motorku,  payah … parkir sepeda motor ternyata sudah penuh, aku tidak kebagian tempat.  Aku parkir saja disamping taman depan tempat parkir sepeda motor. Setelah aku parkir sepeda, aku percepat langkah kakiku  menuju ruang tata usaha untuk absen.

Aduuuh… terciduk bosku niih.  Aku perhatikan beliau berada di lantai dua melihat siapa saja yang datang terlambat.   Keluar dari ruang TU aku langsung menuju ruang guru untuk menaruh laptopku dan mengambil buku  paket  tak lupa juga absensi siswa.     Mulai aku berjalan pelan-pelan berharap bosku sudah menghilang dari dari lantai dua.

Alhamdulillah, sampai dilantai dua bosku  sudah tidak lagi berdiri di depan kelasku, cepat-cepat aku  berjalan menuju kelasku. Sampai di depan pintu kelas, ya Allah… aku kepergok bosku ternyata bosku ada di pintu masuk kelas.

Dengan senyum malu, aku buka percapan dengan beliau “Maaf pak terlambat, tadi masih ada yang saya  urusi”

“Lo..ibu ngjar di kelas ini ya…?” ya pak

Dan…. Serentak   siswaku menjawab, “bukan ibu,  kelas kita pelajaran bahasa Inggris hari ini”

Dengan rasa malu aku berjalan  keluar kelas sambil nyengir, ternyata kelasku ada di sebelahnya, hemmm…. seandainya aku tahu jadwal ngajarku aku pasti …..

 PEMBELAJARAN DIFERENSIASI POKOK BAHASAN KEBUTUHAN Mengapa harus diferensiasi? Sebagai seorang guru sudah menjadi bagian dalam proses kegi...