MENUMPANG HIDUP
Aku tidak pernah
paham dengan kehidupanku. Dimana letak
kesalahanku sebenarnya, sehingga aku terlahir menjadi manusia yang menumpang
hidup pada orang lain. Aku terlahir
sama seperti kalian, dari sebuah ikatan perkawinan yang sah antara ibu dan bapakku. Tapi orang semua memandangku dari sisi aku
anak menumpang hidup. Lucukah ini…
dimana letak kesalahannya. Aku, ibuku, bapakku atau orang – orang yang sekarang
berada di sekelilingku?
Kalau Aku boleh
meminta aku ingin seperti layaknya manusia yang hadir sebagai kodratnya yang
fitrah. Aku ingin menjadi anak yang
layaknya berkembang tumbuh seperti
layaknya manusia yang normal. Punya
cita-cita, punya mimpi, punya bakat, tapi tidak dengan begini yang harus aku
lalui. Seandainya aku tidak kalian kenalkan agama mungkin aku sudah menyalahkan
Tuhan sang pencipta. Syukurlah aku masih
kalian kenalkan agama. Mungkin hanya
butuh sabar karena ini bagian dari hidupku untuk belajar menjadi wanita tangguh
kelak.
Menjadi wanita tangguh
dengan proses perjalanan hidup yang
penuh dengan tantangan, kesabaran dan tangisan di malam hari dengan kerinduan
yang begitu mendalam akan seorang ibu yang akan mendekapku, memanjakanku,
mendengarkan rengekanku dan seorang
bapak yang akan memelukku dengan tameng kepahlawanannya menjadi laki-laki
kestria di depan langkah kakiku. Tak ada
semua itu.
Kemana cinta
kalian semua kepadaku. Ada dimanakah satu penumpang hidup ini dalam hati kalian? Hanya
berupa nodakah aku dalam hati kalian, atau aku tidak pernah ada dalam hati
kalian. Sehingga tatapan mata kalian aku
adalah penumpang gelap yang tak pantas untuk sederajat dengan kalian.
Mungkin harapanku
terlalu tinggi pada kalian semua. Sehingga aku selalu menangis, tidak bisa
menerima perlakuan ini. Ya…. Terlalu tinggi
permintaanku sedang aku bukan berada dalam garis keturunan kalian, aku hanya
penumpang resmi dengan akte kelahiran aku anak kandung. Beeeeh… cukup manis tulisan
itu, tertata rapi ejaan baris huruf namaku dalam sertifikat.
Di rumah ini ada
keluarga kecil juga. Si istri masih saudara bapak angkatku, mereka mempunyai
dua anak. Dua anak ini tidak terlalu jauh dengan umurku. Dua anak
ini baik terhadapku. Kami sering main bersama, bergurau, bercerita yaa mungkin
karena aku sebaya dengan mereka berdua. Hal
yang mebedakan aku dengan dua anak ini
aku tidak memiliki darah keturunan mereka, sehingga perlakuan orang tua
mereka berbeda kepadaku.
Tanteku seorang
ibu ramah tangga, dia setiap hari berada di rumah mengurusi kedua
putrinya. Tanteku yang mengurusi makanan
anggota keluarga di rumah ini. Dia yang
setiap hari membuat masakan. Suaminya seorang pedagang sayur di pasar besar,
tidak terlalu besar lapak dagangannya tapi aku perhatikan daganngannya selalu laris terlihat dari kegiatannya yang
setiap minggunya selalu ada barang dagangan yang baru datang diturunkan di
halaman rumah. Melihat keluarga tante aku senang sekali, mereka keluarga bahagia, kekompakan selalu terjalin bersama suami dan anak-anaknya
rasanya aku ikut bahagia melihatnya.
Tanteku baik
kepadaku tapi sebaik baiknya perlakuan tante ada juga perbedaan perlakuan yang aku terima. Hal yang paling aku rasakan perbedaan
perlakuan tante kepadaku masalah makanan.
Walaupun aku makan dalam satu meja dengan mereka berdua dan makanan yang
aku makan berbeda.
Anak – anak tante
tidak pernah mempermasalahkan perlakuan
ini tidak pernah ada protes kepada orang
tuanya .
Makan nasi yang sudah
dua hari lamanya berada didalam pemanas nasi dengan warna yang sudah tidak putih lagi dan
aroma besi pemanas nasi hal biasa buatku, jangan berbicara itu makanan sehat atau tidak sehat untuk dikonsumsi dilihatnya pun sebenarnya nasi itu sudah tidak
pantas untuk dikonsumsi. Alhamdulillah Allah masih memberiku sehat, aamiin.
MasyaAllah..keren
BalasHapusMantap bu cerpennya
BalasHapus🤩🤩🤩
BalasHapusZuper duper.
BalasHapus