Rabu, 29 September 2021

 

POLIGAMI

Pagi ini waktunya  ibuku untuk kontrol ke rumah sakit.   Satu  minggu yang lalu beliau terjatuh dari kursi sholatnya setelah  selesai sholat.  Beliau jatuh karea tergesa-gesa membuka mukenanya, mungkin beliau lupa kalau usia dan keinginannya untuk kerja sudah tidak lagi sejalan,  sehingga beliau cepat-cepat membuka mukenanya  dan tanpa disengaja kaki kananya masih menginjak mukena.   Terjatuhlah beliau sampai tangannya patah karena menahan badannya yang sudah gemuk.

Sampai di rumah sakit seperti biasalah para dokter spesialis di rumah sakit tidak akan datang pagi-pagi.   Biasanya berkisar jam sepuluh baru pelayanan  untuk ibuku  bisa dilayani.  Agar ibu tidak terlalu lama menunggu di rumah sakit aku  bersama saudara – saudara yang lain  membuat  skenario kontrol ibu dengan   strategi, siapa yang ambil tiket masuk, siapa yang antri  di loket, siapa yang  mengantarkan ibu dan siapa yang menunggui ibu di dalam ruang periksa dan pada jam berapa kami harus berkumpul semua untuk menemani ibu di rumah sakit. Sebuah kekompakan kami  karena semua memiliki jam kerja kantoran.

Pukul sembilan pagi aku sudah berada di rumah sakit.  Aku perhatikan para pasien   sudah mulai banyak berdatangan, kursi antri pasien juga sudah mulai penuh.   Mereka semua menunggu giliran dipanggil  oleh perawat  ruang poli masing-masing   sesuai dengan jenis penyakit yang akan diperiksanya.   Begitu juga dengan aku.   Aku  duduk di kursi depan deretan pasien.

Aku  ditemani dengan mbak Anik dan adik.  Mbak Anikku  duduk di kursi tepat dibelakang kursi yang aku duduki, sedang adik  berada di samping kananku.  Ketika lagi asyik berdua  bercerita  tentang pekerjaan kantor   tiba - tiba mbak Anikku  tertawa cekikikan sendiri sambil menendang  kaki kami berdua.    Dengan spontan aku dan adik  menolehlah ke belakang melihat mbak Anikku  tertawa sendiri.

Aku mulai penasaran dengan ulah mbak Anik,

“ada apa?” tanyaku, mbak Anik Anik  masih saja tertawa sambil menunduk menahan tawanya itu.

Aku  dan adiknya semakin heran dengan tingkah mbak Anik.

Tiba – tiba ada orang laki-laki yang aku perjatikan mulai tadi duduk disamping mbak Anik berdiri berjalan ke arah utara.   Setelah laki-laki tersebut mulai menjauh dari pandangan kami bertiga barulah mbak Anik mau menatap aku dan adik.

 “Sini” kata mbak Anik  sambal mendekatkan kepalanya kepadaku.

Aku  dan adik juga mendekatkan kepala kepada mbak Anik, karena dia sepertinya ada yang ingin dibisikkan.

“Apa” aku  dan adik sangat  kepo sekali.

 “ Kamu perhatikan tidak orang yang tadi berdiri dan berjalan meninggalkan aku?” Tanya mbak Anik

 “ya “, sambil menunduk  aku menjawab

“memangnya kenapa?”  tanyaku lagi

“dia tadi membaca semua ruangan poli yang yang ada disini.”

“terus…” 

“dia  bacanya  begini, poli gigi, poli anak’ poli mata,

nah… sampai disitu orang tadi berhenti membacanya,  dan berkata.

“oh … disini bagian poli semua ya… kalau poligami dimana?

“ha..ha.. “tertawalah kami bertiga mendengar cerita mbak Anikku ini.  

Aku tambahkan saja  ke mbak Anikku,  “mbak memangnya poligami itu penyakit apa ya….?”

” hiiiiiii” kami bertiga tertawa cekikkan sambil menunduk tidak enak dilihat oleh pasien yang lain.

2 komentar:

 PEMBELAJARAN DIFERENSIASI POKOK BAHASAN KEBUTUHAN Mengapa harus diferensiasi? Sebagai seorang guru sudah menjadi bagian dalam proses kegi...