Rabu, 03 November 2021

 

PILAR BAHAGIA

Haruskah seperti ini selamanya, permasalahan yang tidak pernah berujung untuk diakhiri.

Malam ini semakin larut, lelakiku tak jua datang menemuiku, kalau aku yang mengalah datang menemuinya sama artinya aku sudah menunjukkan sebuah kekalahan dihadapannya dan lelakiku semakin angkuh menunjukkan kepadaku bahwa dia seorang lelaki yang selalu benar  dan  keangkuhannya akan semakin menjadi untuk ditununjukkan kepadaku.  Aku tidak mau itu.

            Malam kedua ini aku dan lelakiku  masih bertahan. Dia tetap tidak mau menemuiku, padahal aku tahu dia sangat  membutuhkan aku. Diamnya dia membawaku juga bersikap angkuh kepadanya.  Aku tahu ini masalah kecil yang bisa jadi besar. Karena aku juga measa benar.

Pagi ini aku ingin berdamai denganmu, berkatalah “ya,” kepadaku pintaku dalam hati, sebagai satu kata jawaban aku pamit mau berangkat kerja. Ku cium tangannya dan aku merasakan senyum yang dipaksakan,  tatapan dingin mata dan raut wajah belum bisa membohongiku belum ada niatan dalam diri lelakikau untuk berdamai.

            “Aku datang” sapaku saat pintu  rumah kubuka, tidak ada jawaban yang aku dengar, aku tahu lelakiku sudah datang sepeda motornya sudah terparkir di depan pintu, “kemana  lelakiku?” pikirku mengapa masih belum mau menjawabku.

Malam ini malam  ketiga aku dan kamu masih bertahan untuk tidak saling bicara. Aku mulai mengalah lagi “maukah kamu makan bersamaku? ayoolah… kita makan bersama,”

“Nanti,” jawabnya.  Dia tak juga datang menenmaniku di meja makan.

            Aku masih belum berani untuk beranjak dari meja makan, kalau aku tinggalkan meja makan ini kemarahanmu tidak akan berakhir.  Sampai kapan kebisuan  ini akan berakhir tidak  mengerti.

            Jam sudah menunjukkan pukul  sembilan malam, kamu tak juga mau datang, sebenarnya aku juga sudah jenuh dengan semua ini, aku tinggalkan meja makan menuju kamar tidur. Rasanya ingin berteriak,”apa maumu? pergilah jika kamu ingin pergi, pergilah kamu jauh dariku,” kepeluk bantalku, aku usap air mataku, aku tidak ingin dia melihatku menangis, dimana harga diri ini mau ditaruh, emosiku  mulai meninggi.

            “Gubrak,” aku mendengar pintu masuk rumah ditutup dengan keras, sangat menakutkan dan menyakitkan yang aku rasakan, bunyi pintu ini semakin menyesakkan dadaku, apa sebenarnya yang diinginkan.

Antara ingin ditemui dan ditinggalkan menyatu dalam dinginnya malam berharap dia akan datang walau sebenarnya  sangat ketakutan buat aku. Hanya hela nafas panjang yang bisa aku lakukan ketika kudengar suara seret kakinya melangkah menuju kamar belakang.

Syukurlah dia menuju kamar. Kata – kata tidak terasa terucap oleh bibirku.Keinginanku hanya satu   dia tidur  dan malam ini tidak ada lagi kemarahan lagi.

 “mengapa kau tak datang ke kamarku?” tanyaku dalam hati.

akan mengatakannya setiap kali

Tanpa kau tengok ke belakang, runcingnya ujung kusut ini telah menjadi kipas yang melenakan penghuninya untuk berdiam dalam kedinginan tanpa kehangatan yang beradu.

Sesekali aku akan mengalah, berharap kehangatan dalam kekalahan itu menjadi kebahagiaan yang sempurna. Semua itu semu belaka tidak ada artinya untukmu, kala hati merasakan terkoyak, terbanting dalam penghianatan kasih, rasanya tidak akan terbangun kembali untuk diselesaikan.

Sakit…

Kala hati hanya bisa meratap tanpa ada keberanian yang bijak untuk melangkah.

Keputusan sepihak untuk kebahagiaan diri dianggap sebagai solusi terbaik.

Tak perlu sanjungan orang lain, yang kemarin mencibirkan bibirnya buat kita. Cukuplah kita berdua bisa berada dalam hidup yang sempurna seperti pilar yang sudah dibangun di awal.

Malam ini aku mengalah lagi. Entah apa yang membawamu menjadikanku bak putri raja. Inikah yang dikatakan bahagia. Inikah yang dikatakan kesempurnaan kasih karena saling mengisi. Maaf aku belum bisa mempercayaimu, ada pamrih yang aku rasakan disini. Aku ingin menjadi  putrimu disetiap waktu. Aku tidak minta sesaat, selamanya dan permanen, tidak salahkan pintaku? jangan biarkan kekalahan ini menjadi kekuatan yang mengakar untuk bertekad pergi. Cepatlah perbaiki diri, berdirkan kembali sebagai pintu masuk kebahagiaan, karena kau milikku.

Menjelang malam, hal yang paling aku takutkan berada di dekatmu.  Malam sebuah peristiwa yang dimana tubuh mulai meminta untuk dipahami yang berakhir dengan diam dalam kekakuan diri di dalam kamar, menunggumu bisa mengerti diriku yang telah lelah berada diluar mulai pagi. Apa yang ada dibenakmu sebenarnya, adakah aku disana, yang utuh tanpa ada ruang – ruang lain yang kau hadirkan sehingga kau melupakanku.  Sehingga kau tak membutuhkan aku agar bisa menemanimu. Aku sudah mengetuk hatimu namun tak kunjung hadir ruang utuh itu  buatku.

Sayang, jika kau dari awal menghadirkanku dalam pikiranmu tak akan begini jalan tengah ini.  Sayang,  aku belum bisa mengatakan ini adalah akhir dari cerita kita,  aku butuh kehadiranmu bukan dengan caramu.  Aku tahu mata dan hatimu  mengerti apa yang aku mau, jangan hidup dalam kepura-puraan, dengan perasaan yang menggiringku ke dalam sebuah kesalahan dan di atas kebenaran  cibiran orang  yang tak paham siapa aku dan siapa kamu  berada dalam tempurung cinta.

Bukalah hatimu, sayangi aku bukan dengan caramu.

Duduklah berdua agar setiap masalah bisa terselesaikan bersama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 PEMBELAJARAN DIFERENSIASI POKOK BAHASAN KEBUTUHAN Mengapa harus diferensiasi? Sebagai seorang guru sudah menjadi bagian dalam proses kegi...